Minggu, 31 Maret 2013

PERTUMBUHAN PENDUDUK

Pertumbuhan penduduk disuatu Negara sangat dipengaruhi oleh 3 hal yaitu Kelahiran (fertilitas), Kematian (mortalitas) dan Perpindahan penduduk (migrasi). Pada kesempatan kali ini kita akan mengkaji tentang ketiganya.




Kelahiran (fertilitas).

Faktor kelahiran (fertilitas) merupakan tingkat pertambahan penduduk melalui kelahiran bayi disuatu wilayah pada suatu priode tertentu. Kelahiran (fertilitas) dapat dihitung dengan 2 cara yaitu:


1.      Tingkat Kelahiran Kasar.

Tingkat kelahiran kasar atau crude birth rate (CBR) merupakan jumlah yang menunjukan angka kelahiran pada setiap 1000 orang penduduk pada priode tertentu.



2 .       Tingkat Kelahiran Menurut Umur.

Tingkat kelahiran meurut umur atau age specific birth rate (ASBR) yaitu angka yang menunjukan jumlah kelahiran setiap 1000 wanita menurut umur tertentu setiap tahun.



Kematian (mortalitas)

Faktor Kematian (mortalitas) merupakan pengurangan penduduk melalui kematian disuatu wilayah pada suatu priode tertentu. Tingkat kematian (mortalitas) dapat dihitung dengan 4 cara yaitu sebagai berikut:


3.        Tingkat Kematian Kasar.

Tingkat kematian kasar atau Crude Death Rate (CDR) merupakan jumlah yang menunjukan angka kematian pada setiap 1000 orang penduduk pada priode tertentu.


Tinggi rendahnya tingkat kematian kasar dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:

·         Tingkat kematian digolongkan tinggi apabila angka kematian kasarnya lebih dari 20 untuk setiap 1000 jiwa.

·         Tingkat kematian digolongkan sedang apabila angka kematian kasarnya lebih dari 10-20 untuk setiap 1000 jiwa.

·          Tingkat kematian digolongkan rendah apabila angka kematian kasarnya kurang dari 10 untuk setiap 1000 jiwa.



4.        Tingkat Kematian Berdasarkan Usia.

Tingkat kematian berdasarkan usia atau age specific death rate (ASDR) merupakan jumlah penduduk yang meningggal pada setiap 1000 orang yang berada pada kelompok usia yang sama.



5.          Tingkat Kematian Berdasarkan Sebab.

Tingkat kematian berdasarkan sebab atau cause specific death rate (CSDR) merupakan jumlah penduduk yang meninggal karena sebab tertentu pada setiap 1000 orang penduduk, sebab tersebut seperti penyakit, kecelakaan dan sebagainya.



6.          Tingkat Kematian Bayi.

Tingkat kematian bayi atau infant mortality rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi lahir hidup setiap 1000 penduduk disuatu daerah pada satu tahun.



       Perpindahan penduduk (migrasi)


Perpindahan penduduk (migrasi) adalah pindahnya penduduk dari satu tempat ketempat lain dan tidak terpengaruh oleh wilayah, Perpindahan penduduk (migrasi) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:


7.        Migrasi Permanen.

Migrasi permanen merupakan perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap di tempat yang baru. Seseorang dianggap menetep apabila orang tersebut sudah bertempat tinggal di daerah tujuan selama 3 bulan dan kalau kurang 3 bulan belum dianggap menetap.



Migrasi Permanen dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:

·          Migrasi Nasional.

Migrasi nasional adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ketempat lain tetapi masih dalam satu wilayah Negara. Migrasi nasional dibedakan menjadi 3.

1.    Transmigrasi.

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari pulau yang berpenduduk padat kepulau yang penduduknya tidak padat. Transmigrasi digolongkan menjadi 3 yaitu:

-       Transmigrasi umum, yaitu transmigrasi yang pelaksanaan dan   pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah.

-       Transmigrasi swakarsa, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan atas keinginan sendiri dan biaya ditanggung sendiri.

-       Transmigrasi khusus, yaitu transmigrasi yang dilakukan dengan tujuan tertentu, misal bedol desa, dan sebagainya.

2.    Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpidahan penduduk dari daerah pedesaan kedaerah perkotaan.
                       
3.    Ruralisasi atau Urbanisasi

Ruralisasi adalah kebalikan dari urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota kedesa, mobilitas ini biasanya dilator belakangi karena kejenuhan tinggal di kota.


·         Migrasi Internasional.

Migrasi Internasional adalah perpindahan penduduk dari satu Negara ke negara lain untuk menetap, migrasi internasional dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut.

1.    Imigrasi.

migrasi adalah perpindahan penduduk masuk kesuatu Negara menetap.
           

2.    Emigrasi.

Emigrasi adalah perpindahan penduduk yang keluar dari Negara lain untuk menetap.
           

3.    Remigrasi.

Remigrasi adalah perpindahan penduduk kembali kenegara asal setelah pindah ke Negara lain.



8.        Migrasi Nonpermanen.

Mobilitas nonpermanent merupakan bentuk perpindahan penduduk antar tempat tanpa adanya tujuan untuk menetap. Dua jenis mobilitas nonpermanent yaitu mobilitas komutasi dan mobilitas sirkulasi.

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MULAI TIDAK HARMONIS LAGI


Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pengertian lain dari kerukunan umat beragama yaitu suatu bentuk menjalin kahidupan di mana kita harus saling menghormati serta menghargai agama-agama lain di sekeliling kita, misalnya dalam bentuk hari-hari besar yang mereka rayakan. Tidak hanya hari-hari besar dalam hidup keseharian pun kita harus tetap menjalain komunikasi dengan baik untuk membangun suatu hubungan yang dapat berpengaruh positif dalam kehidupan kita.
Persamaan Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama. Tidak tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini, ketidakerukunan antar dan antara umat beragama [yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan] menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman [dan beragama] dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan. Di balik aspek perkembangan agama-agama, ada hal yang penting pada agama yang tak berubah, yaitu credo atau pengakuan iman. Credo merupakan sesuatu khas, dan mungkin tidak bisa dijelaskan secara logika, karena menyangkut iman atau percaya kepada sesuatu di luar jangkauan kemampuan nalar manusia. Dan seringkali credotersebut menjadikan umat agama-agama melakukan pembedaan satu sama lain. Dari pembedaan, karena berbagai sebab, bisa berkembang menjadi pemisahan, salah pengertian, beda persepsi, dan lain sebagainya, kemudian berujung pada konflik.
Di samping itu, hal-hal lain seperti pembangunan tempat ibadah, ikon-ikon atau lambang keagamaan, cara dan suasana penyembahan atau ibadah, termasuk di dalamnya perayaan keagamaan, seringkali menjadi faktor ketidaknyamanan pada hubungan antar umat beragama. Jika semua bentuk pembedaan serta ketidaknyamanan itu dipelihara dan dibiarkan oleh masing-masing tokoh dan umat beragama, maka akan merusak hubungan antar manusia, kemudian merasuk ke berbagai aspek hidup dan kehidupan. Misalnya, masyarakat mudah terjerumus ke dalam pertikaian berdasarkan agama [di samping perbedaan suku, ras dan golongan]. Untuk mencegah semuanya itu, salah satu langkah yang penting dan harus terjadi adalah kerukunan umat beragama. Suatu bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemimpin dan umat beragama.
Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Di samping itu, harus terjadi kerukunan intern umat beragama. Hubungan tak harmonis intern umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat luas yang berbeda agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci dan pemahaman teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan pada umat seagama. Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan rusaknya tatanan hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan kehidupan masyarakat luas. Kerukunan dapat dilakukan dengan cara tidak mengganggu ketertiban umum; tidak memaksa seseorang pindah agama; tidak menyinggung perasaan keagamaan atau ajaran agama dan iman orang yang berbeda agama; dan lain-lain
Kerukunan antara umat beragama dan kerukunan intern umat seagama harus juga seiring dengan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah adalah lembaga yang berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN Allah kepada manusia; pemelihara ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah dengan politik akomodasinya, bukan bertindak sebagai fasilitator kerukunan umat beragama, tetapi membela salah satu agama.
Macam-Macam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
·                     Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
·                     Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
·                      
Bagaimana Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
·                     Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesama antar pemeluk agama yang sama maupun yang berbeda.Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misal, perijinan pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.
·                     Selalu siap membantu sesama. Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama.
·                     Selalu jagalah rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
·                     Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak.

Minggu, 24 Maret 2013

Kejahatan Di Kota Lebih Sering Terjadi Dari Pada di Desa



Angka Kejahatan
Angka kejahatan di Indonesia kian mengalami peningkatan. Pada 2004 jumlah
kejahatan tindak pidana meningkat 23,955 kasus atau 12,2 % dari 196,931 kasus pada
2003 menjadi 220,886 kasus pada 2004. Sedangkan pada 2005, peningkatan tersebut
Pulau Jawa memiliki kontribusi sebesar 51,2 % jumlah kejahatan pidana pada 2004,
sedangkan menurut provinsi, DKI Jakarta memberikan share paling tinggi hingga
mencapai hampir seperempat (24,2 %) dari seluruh kasus. Namun dilihat dari kenaikan
angka kejahatan 2003-2004, DKI Jakarta menempati urutan ketiga sebesar 40.9%. Urutan
pertama yaitu Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara yang masing-masing mencapai
44% dan 41.3%. Sedangkan provinsi yang mengalami penurunan angka kejahatan 2003-
2004 yaitu: NAD, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Timur, NTT,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku. Penurunan tertinggi
yaitu Maluku 38.1%, kemudian Sulawesi Utara 31.6% dan NAD 31.2%. Pada 2005, Pulau
Jawa masih menempati posisi teratas jumlah kasus tertinggi yaitu 49.7 % dari total
kejahatan pidana dan DKI Jakarta berkontribusi 22.8 % total kejahatan di Indonesia,
sedangkan provinsi dengan angka terendah adalah Maluku Utara.
Tingkat Kejahatan
Ukuran lain dalam menghitung angka kejahatan adalah dengan crime rate atau
tingkat kejahatan, yaitu resiko penduduk terkena tindak kejahatan per 100,000 penduduk.
Perhitungan tingkat kejahatan adalah sebagai berikut:
Tingkat Kejahatan = jumlah kasus provinsi i / populasi penduduk * 100,000
Tingkat kejahatan tertinggi pada Tahun 2004 adalah Provinsi Sulawesi Utara yaitu
410 per 100,000 penduduk. Artinya, dari 100,000 penduduk Sulawesi Utara, 410 orang di
antaranya beresiko terkena tindak kejahatan. Berikutnya yaitu DKI Jakarta 321 per
100,000 penduduk. Sementara provinsi yang memiliki tingkat kejahatan terendah yaitu 19
per 100, 000 penduduk.
Sedangkan pada 2005, DKI Jakarta menduduki posisi tertinggi yaitu hingga 676
orang dari 100,000 penduduk terkena resiko kejahatan. Selanjutnya yaitu Sulawesi Utara
dan Gorontalo masing-masing 418 dan 286 orang per 100,000 penduduk.

Selang waktu kejahatan adalah salah satu parameter dalam mengukur terjadinya

kejahatan di susatu wilayah. Makin pendek waktunya, artinya frekuensi terjadinya
kejahatan makin sering. Selang waktu kejahatan didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
Selang waktu kejahatan tahun t (detik) = 365 x 24 x 60 x 60 / jumlah kejahatan tahun t
Pada 2004, tercatat bahwa selang waktu kejahatan di Indonesia lebih pendek
dibandingkan pada 2003. Rata-rata selang waktu kejahatan yaitu 2 menit 22 detik pada
2004, di mana sebelumnya lebih lama 18 detik yaitu 2 menit 40 detik pada 2003.
Pada kurun waktu 2003-2005, DKI Jakarta, sebagaimana juga pada indikator
tingkat kejahatan yang lain, memiliki selang waktu yang paling pendek dan terus menerus
memendek. Yaitu 13 menit 52 detik pada 2003 menjadi 9 menit 50 detik pada 2004
kemudian memendek lagi hingga 8 menit 47 detik. Hal ini juga berlaku bagi selang waktu
kejahatan properti di Jakarta yang makin memendek dari 25 menit 1 detik menjadi 17
menit 27 detik pada 2004 kemudian memendek lagi hingga 14 menit 41 detik. Selang
waktu tersebut bahkan lebih pendek dari selang waktu seluruh kejahatan yang terjadi di
semua provinsi lain di Indonesia baik pada tahun 2003, 2004 maupun 2005.
Sedangkan provinsi yang memiliki selang waktu kejahatan paling lama yaitu
Sulawesi Tenggara pada 2003 dengan selang waktu 7 jam 24 menit 17 detik, sementara
Banten dan Maluku Utara adalah provinsi dengan selang waktu kejahatan terlama pada
2004 dan 2005, masing-masing dengan selang waktu 10 jam 55 menit 21 detik dan 17 jam
35 detik. Sedangkan untuk kategori kejahatan properti, provinsi dengan selang waktu
64

terlama pada 2003 yaitu Maluku dengan 88 jam 29 menit 5 detik atau 3 hari 16 jam 29
menit 5 detik, kemudian Sulawesi Utara dengan 47 jam 36 menit 31 detik, atau hampir
dua hari yaitu 1 hari 23 jam 36 menit 31 detik. Sedangkan pada 2005 diketahui Maluku
Utara memiliki selang waktu terlama dan merupakan yang paling panjang di antara
provinsi manapun pada 2003 – 2005 yaitu 151 jam 2 menit 4 detik atau hampir sepekan
yaitu 6 hari 7 jam 2 menit 4 detik.
Pada tabel IV.2 tampak bahwa pada 2003-2004 baik pada selang waktu kejahatan
maupun selang waktu kejahatan properti kota-kota di Indonesia memiliki kencendrungan
untuk mengalami selang waktu yang lebih panjang (dicetak tebal pada tabel) namun pada
2005 selang waktu itu kembali memendek bahkan lebih pendek dibandingkan pada 2003,
kecuali pada kejahatan properti di NAD yang konsisten menunjukkan selang waktu yang
memanjang. Pada selang waktu kejahatan total semua provinsi mengalami pemendekan
pada 2004 sedangkan pada 2005 selain NAD, Sumatera Selatan dan Bali juga
menunjukkan pemanjangan selang waktu meskipun pemanjangan tersebut tidak terlalu
drastis bahkan kurang dari 60 menit.
65
Analisis ekonomi ..., Ihdal Husnayain, FE UI, 2007



meningkat lagi sebesar 19, 1% hingga mencapai 263,063 kasus pidana


kejahatan provinsi-provinsi di Pulau Jawa dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,